Pages

18.4.10

Pemimpin yang Melayani

Mengingat pentingnya peranan pemimpin dalam suatu organisasi atau kelompok, maka menjadi sebuah hal yang sangat diidam-idamkan oleh banyak pihak terutama anggota organisasi terhadap munculnya sosok pemimpin yang ideal dalam organisasi atau kelompok tempat dia berada sekarang. Ada banyak sekali kriteria pemimpin yang ideal. Salah satu contoh pemimpin yang ideal adalah pemimpin yang melayani. Adanya harapan yang besar di masyarakat akan munculnya sosok pemimpin yang melayani ini menyebabkan kepemimpinan yang melayani (servant leadership) berkembang menjadi salah satu gaya kepemimpinan di masyarakat. 
Seorang pemimpin yang melayani merasa wajib melayani anggotanya dahulu lalu muncul dorongan kepadanya untuk memimpin. Akan tetapi, kondisi saat ini menunjukkan bahwa sebagian besar pemimpin yang ada belum memenuhi harapan akan pemimpin yang melayani. Masih sangat sulit untuk mendapatkan sosok pemimpin yang melayani. Hampir semua pemimpin yang ada saat ini menganggap dirinyalah yang semestinya dilayani oleh anggota kelompok atau organisasi yang dipimpinnya karena merasa dirinya sebagai seseorang yang sangat istimewa dan tinggi kedudukannya dalam sebuah organisasi.

Pengertian Pemimpin yang Melayani
Teori tentang pemimpin yang melayani dimulai sejak tahun 1970, ketika R.K. Greenleaf (1904-1990) menulis sebuah essay yang berjudul “The Servant as Leader”. Essay tersebut dikembangkan oleh Greenleaf menjadi sebuah buku yang diterbitkan tahun 1977 berjudul “Servant Leadership: A Journey into the Nature of Legitimate Power and Greatness”. Ide mengenai pemimpin yang melayani ini diperoleh Greenleaf tahun 1960-an ketika membaca novel karya Herman Hessee, “Journey to the East”. Setelah membaca cerita ini, Greenleaf (2002) menyimpulkan bahwa pemimpin yang hebat diawali dengan bertindak sebagai pelayan bagi orang lain. Kepemimpinan yang sesungguhnya timbul dari motivasi utama untuk membantu orang lain.
Kedua kata “melayani” dan “pemimpin” biasanya dianggap sebagai hal yang berlawanan. Ketika kedua hal yang bertolak belakang disatukan dengan cara yang kreatif dan berarti, sebuah paradoks muncul. Jadi, kedua hal tersebut telah disatukan untuk menciptakan ide paradoksial tentang kepemimpinan yang melayani.
Greenleaf (2002) menyatakan bahwa pemimpin yang melayani diawali dengan perasaan alami untuk melayani terlebih dahulu. Setelah itu, dengan kesadaran, seseorang ingin memimpin. Greenleaf (2002) mendefinisikan pemimpin yang melayani adalah seorang pemimpin yang sangat peduli atas pertumbuhan dan dinamika kehidupan pengikut, dirinya dan komunitasnya dan karenanya ia mendahulukan hal-hal tersebut dibandingkan dengan pencapaian ambisi pribadi atau pola dan kesukaannya saja. Impiannya ialah agar orang yang dilayani tadi akan menjadi pemimpin yang melayani juga. Greenleaf (2002) menekankan, bila seseorang ingin menjadi pemimpin yang efektif dan berhasil, ia harus lebih dulu memiliki motivasi dan hasrat yang besar untuk memenuhi kebutuhan orang lain. Dalam hal ini, pemimpin harus mampu mendorong pengikutnya untuk mencapai potensi optimalnya.
Belakangan ini, agar bisa berorientasi pada pelanggan, organisasi membutuhkan pemimpin yang bersedia melayani. Para pemimpin harus memberikan pelayanan terbaik kepada para pelanggan internal (para karyawan) sehingga akan berdampak pada pelayanan prima yang didemonstrasikan oleh para pelanggan internal kepada para pelanggan eksternal (Tjiharjadi et al., 2007). Sayangnya, gaya kepemimpinan yang melayani kurang diminati oleh kebanyakan praktisi bisnis. Gaya kepemimpinan yang melayani lebih banyak digunakan di organisasi sektor publik dan pemerintah.
Karakteristik Pemimpin yang Melayani
Menurut Larry C. Spears (1995), mengacu pada pemikiran Greenleaf, karakteristik-karakteristik berikut bagi pemimpin yang melayani adalah:
1.    Kesediaan untuk menyimak (listening)
Biasanya, seorang pemimpin dinilai berdasarkan kemampuannya dalam berkomunikasi dan mengambil keputusan. Kemampuan ini juga penting bagi pemimpin yang melayani, pemimpin ini perlu dikuatkan dengan komitmen yang kuat untuk mendengarkan orang lain dengan sungguh-sungguh. Pemimpin yang melayani mencoba untuk mengidentifikasikan keinginan dari sebuah kelompok dan membantu mengklarifikasikan keinginan tersebut, dengan cara menyimak.
2.    Kuat dalam empati (empathy)
Pemimpin yang melayani berusaha untuk mengerti dan berempati dengan orang lain. Manusia perlu untuk merasa diterima dan diakui atas semangat mereka yang khusus dan unik.
3.    Melakukan pemulihan-pemulihan (healing)
Salah satu kekuatan terbesar seorang pemimpin yang melayani adalah kemampuannya untuk melakukan pemulihan bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
4.    Penyadaran/peningkatan kesadaran (awareness)
Kesadaran umum, dan terutama kesadaran diri, memperkuat pemimpin yang melayani. Kesadaran juga membantu seseorang dalam memahami persoalan yang berhubungan dengan etika dan nilai.
5.    Memiliki sifat persuasif (persuasion)
Karakteristik lain dari pemimpin yang melayani adalah mengandalkan persuasi dalam pengambilan keputusan, bukan posisi sebagai otoritas. Pemimpin yang melayani mencoba untuk meyakinkan orang lain, bukan memaksa orang lain untuk patuh.
6.    Mampu membuat konsep (conceptualization)
Pemimpin yang melayani mengembangkan kemampuannya untuk “memimpikan hal-hal besar.” Kemampuan untuk melihat permasalahan (atau sebuah organisasi) dari perspektif konseptualisasi berarti bahwa seseorang harus berpikir melebihi realitas sehari-hari. Pemimpin yang melayani menyeimbangkan antara pemikiran konseptual dengan pendekatan dengan fokus harian.
7.    Mampu membuat perkiraan yang tepat (foresight)
Foresight adalah sebuah karakteristik yang memungkinkan pemimpin yang melayani untuk memahami pelajaran dari masa lalu, realitas saat ini dan kemungkinan konsekuensi dari sebuah keputusan untuk masa depan. Hal ini juga berakar di dalam pikiran intuitif.
8.    Penatalayanannya baik (stewardship)
Peter Block (dalam Spears 2004) telah mendefinisikan stewardship sebagai “memegang sesuatu yang dipercayakan kepadanya oleh orang lain”. Pemimpin yang melayani, seperti stewardship, mengasumsikan komitmen utama untuk melayani kebutuhan orang lain. Hal ini juga menekankan pada penggunaan keterbukaan dan persuasi dibandingkan dengan pengendalian.
9.    Memiliki komitmen untuk menghasilkan proses pembelajaran (commitment to the growth of people)
Pemimpin yang melayani percaya bahwa orang lain mempunyai nilai intrinsik melebihi kontribusi nyata mereka sebagai karyawan atau pekerja. Sebagai hasilnya, pemimpin yang melayani berkomitmen secara mendalam pada pengembangan dari masing-masing dan setiap individu dalam institusi. Pemimpin yang melayani menyadari tanggung jawab yang luar biasa untuk melakukan semua hal yang memungkinkan untuk membantu pembelajaran sumber daya manusia.
10.    Serius dalam upaya pembentukan dan pengembangan komunitas (building community)
Pemimpin yang melayani merasakan bahwa banyak hal yang telah hilang dalam sejarah manusia belakangan ini sebagai hasil dari pergeseran dari komunitas lokal menjadi institusi besar sebagai pembentuk utama dalam hidup manusia. Hal ini menyebabkan pemimpin yang melayani untuk mencoba mengidentifikasikan beberapa sarana untuk membangun komunitas di antara mereka yang bekerja di institusi tersebut.
Hal yang perlu dicatat di sini adalah dalam pekerjaannya sehari-hari, seorang pemimpin yang melayani mendahulukan orang lain. Ia juga membuat orang menjadi terinspirasi, terdorong, belajar, dan mengambil alih keteladanannya. Pendekatannya bukanlah pendekatan kekuasaan, akan tetapi pendekatan hubungan atau relasional.

Sumber:
Tjiharjadi, Semuil, et al. 2007. To be a Great Leader. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Greenleaf, Robert K., Larry C. Spears, 2002. Servant Leadership: A Journey Into The Nature Of Legitimate Power And Greatness. Mahwah, New Jersey: Paulist Press http://books.google.co.id/books?id=gOexpCA5JqIC&printsec=frontcover&dq=servant+leaderlr=ei=vbxyS9XiD4_olQSO6dn5BAcd=1#v=onepage&q=servant%20leader&f=false (diakses tanggal 8 Februari 2010).
Spears,  Larry C. 2004. Practicing Servant-Leadership http://www.sullivanadvisorygroup.com/docs/article/Practicing%20Servant%20Leadership.pdf (diakses tanggal 8 Februari 2010).

0 comments: